Minggu, 03 Mei 2015

Standar Operasional Prosedur Mesin Cetak

Operator atau teknisi yang bertugas mengoperasikan jalannya mesin cetak (khususnya pada mesin cetak offset), memegang peranan yang amat penting dalam industri jasa cetak. Operator dalam melaksanakan tugasnya, bertanggungjawab untuk berkerja dan menghasilkan sesuai standard yang berlaku atau diberlakukan dalam suatu industri percetakan.
Seorang operator cetak harus memperhatikan beberapa hal dalam menjalankan tugasnya, yakni

1. Bekerja secara standard.
Yaitu bekerja sesuai dengan ketentuan / ketetapan yang sudah ditetapkan oleh pihak otoritas / penguasa, sebagai aturan untuk merujuk pada ukuran, kualitas, berat, luas, nilai, waktu atau juga kuantitas. Tujuannya adalah :

a. Agar terukur,  dengan nilai ukur yang merupakan data teknis produksi, maka pelaksanaan proses produksi akan dimudahkan oleh adanya data ukur,  lebih-lebih model atau order yang dicetak ulang.
b. Agar berkualitas, artinya bahwa produk yang dihasilkan, dengan nilai kualitas yang standard, maka produk akan memiliki tingkatan kualitas yang sama.
c. Agar bisa diterima, artinya bahwa suatu produk yang sudah melalui standardisasi, hasil produknya pada tingkat kualitas tertentu dapat diterima oleh pelanggan.
d. Agar timbul rasa puas, artinya bahwa dengan kualitas yang semakin meningkat dan  stabil, maka akan dapat menimbulkan rasa puas pada pihak pelanggan.

2. Standard Operasional cetak bagi para operator, mencakup berbagai aspek, mulai dari pengadaan bahan, sistem pengelolaan produksi sampai kepada kondisi SDM (Sumber Daya Manusia) baik pada SDM Administrasi Teknis maupun SDM Teknis Produksi cetaknya. Kegiatan standard operasi cetak itu sendiri diawali dari menerima SPK Produksi yang diterbitkan oleh PPIC (Planning, Production Inventory Control), sampai pada penyerahan barang hasil cetak kepada pelanggan.
Dokumen pendukung didalam menjalankan standard operasional produksi cetak meliputi berbagai macam dokumen, seperti :

•  Surat Perintah Kerja (SPK) Produksi;
•  Materi order dan cetak coba/proof print;
•  Standard acuan kualitas;
•  Instruksi kerja cetak;
•  Check list cetak, dan
•  Laporan produksi cetak.

Bentuk dan sistem dokumentasi standard operasional produksi disetiap perusahaan berbeda, namun pada hakekatnya tujuan penggunaan sistem itu adalah sama, yaitu agar proses produksi berjalan sesuai dengan rencana, yang akhirnya produksi dapat dilakukan dengan tepat waktu  dan tepat mutu.
Dalam melaksanakan tugas standardisasi operasional cetak itu menuntut SDM memenuhi berbagai persyaratan, seperti :

•  Kompetensi keahlian;
•  Pengalaman sesuai dengan bidang tugasnya;
•  Pelatihan teknis untuk menambah wawasan & pengenalan teknologi baru;
•  Pelatihan mental/attitude untuk meningkatkan kepedulian dan kerjasama;
•  Sistem dan prosedur yang jelas;
•  Peraturan perusahaan yang tegas, jelas dan bertanggung jawab.

Perlu ditekankan bahwa tanggung jawab pencapaian kualitas produksi cetak tidak saja menjadi tanggung jawab pimpinan tertinggi atau pimpinan dibidang pengendali kualitas, akan tetapi setiap unsur organisasi turut bertanggung jawab pada pencapaian kualitas cetak (everyone is quality control). Oleh karena itu untuk menjamin kelangsung produksi dan kelangsungan perusahaan, maka perlu ditetapkan penempatan SDM menggunakan sistem “the right man on the right job”  artinya penempatan seseorang dengan kemampuannya disesuaikan dengan jenis tugas dan tanggung jawabnya.

3. Tugas dan tanggung jawab Operator Cetak
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan proses produksi cetak, maka perlu ditetapkan tugas dan tanggung jawab setiap operator cetak, sehingga dengan penetapan ini perhatian operator akan terfokus pada tugasnya, meliputi :

a. Memahami Surat Perintah Kerja (SPK), mencakup :

•  Bahan baku yang dipakai (kertas, tinta cetak, pelat dan bahan bantu);
•  Mesin cetak yang dipakai (mesin cetak offset lembaran atau gulungan);
•  Konfigurasi warna order (4/0; 4/1; 4/2; 4/4 atau ....);
•  Jumlah katern atau halaman;
•  Oplah;
•  Deadline produksi.
b. Memahami dan melaksanakan Sistem Manajemen, adalah suatu nilai, batasan, parameter yang dijadikan acuan proses produksi, sehingga akan menghasilkan produk sesuai dengan standard atau yang diinginkan.
     Oleh karena itu semua keputusan dan kesepakatan serta comitmnet manajemen harus dijalankan dengan sungguh-sungguh tidak setengah hati.
c. Memahami dan melaksanakan Instruksi Kerja dan Check List Produksi. Kedua aspek itu penting untuk dilaksanakan karena, instruksi kerja merupakan petunjuk spesifik/khusus untuk mengoperasikan sebuah alat mesin produksi. Sedangkan check list produksi merupakan suatu form yang berisi tentang kepastian status kesiapan komponen alat/mesin saat persiapan produksi (check list ini silakukan sebelum proses produksi).
d. Membuat dan memahami Laporan Produksi Cetak, merupakan catatan laporan hasil kerja produksi yang mencakup tentang :
•  Spesifikasi produk sesuai dengan SPK;
•  Waktu yang dipergunakan untuk produksi;
•  Macam/jenis bahan baku dan jumlah pemakaian;
•  Jumlah kerusakan / waste yang ditimbulkan selama proses produksi;
•  Analisa permasalahan produksi.
e. Melaksanakan program 5 R (Rapi, Ringkas, Resik, Rawat dan Rajin), serta memperhatikan dan melaksanakan Program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Kedua program diatas sangat penting bagi suatu industri percetakan, karena dengan menjalankan program 5R akan dapat meningkatkan semangat bekerja. Sedangkan dengan melaksanakan program K3 akan dapat menjamin keselamatan para karyawan, sehingga kecelakaan yang fatal yang dapat berakibat tidak baik bagi karyawan dapat dihindari.

4. Kualitas Pelat Cetak
Untuk menghasilkan cetakan dengan mutu yang baik, maka pelat cetak harus memenuhi kriteria dan persyaratan teknis. Oleh karena itu operator cetak  pada saat menerima pelat cetak dari bagian pra-cetak dan sebelum memasangnya pada silnder pelat, harus diperiksa tentang beberapa hal, seperti :

•  Presisi/ketepatan ukuran (panjang, lebar, tebal), yang disesuaikan dengan spesifikasi teknis mesin cetaknya;
•  Kelengkapan alat pengendali, seperti: grey scale, color control srip, dll;
•  Presisi kesikuan, untuk menjamin pemasangan pelat dengan baik;
•  Kekuatan emulsi. Penting bagi operator cetak untuk mengetahui pelat yang dipakai ini termasuk pada golongan : short run, medium run atau long run.
•  Kebersihan non-image area. Non-image yang bersih akan menjamin sempurnanya pengambilan air pembasah selama proses produksi, sehingga kualitas cetak yang baik akan tercapai;
•  Penampakan titik raster. Penting untuk diketahui dan diperiksa dengan teliti kesempurnaan penampakan besarnya titik raster, karena tebal tipisnya tinta sangat ditentukan oleh besar kecilnya titik raster, oleh karena itu agar dilihat penampakan titik 2% masih terlihat baik.

5. Kualitas Kertas Cetak
•  Agar diperhatikan terhadap kertas gulungan (web), terhadap: gramatur, ukuran lebar gulungan, opasitas (daya tembus pandang), daya serap tinta, daya serap air, kestabilan warna, kekuatan tarik (tensile srength), porosity (kondisi permukaan), kekuatan robek (tearing strength), kelembaban dan presisi ukuran potong.
•  Untuk kertas lembaran (sheet), mencakup: gramatur, ketebalan, opasitas, daya serap tinta, daya serap air, kestabilan warna, tensile strength, porosity, tearing strength, kelembaban, presisi ukuran potong.

6. Kualitas Air Pembasah
Disatu sisi air pembasah memegang peranan yang sangat penting didalam teknik cetak ofset basah, karena dengan air pembasah akan ada pemisahan antara image area dan non-image area. Tetapi disisi yang lain air pembasah merupakan komponen teknis yang akan mendatangkan masalah selama proses produksi, karena itu perlu diwaspadai kondisi air pembasah yang dipergunakan.

Sumber http://www.indonesiaprintmedia.com/cetak-mencetak/137-standard-kerja-operator-cetak.html

Perundang-Undangan K3

Berikut merupakan kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain :

Undang-Undang K3 :

Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Pemerintah terkait K3 :

Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Menteri terkait K3 :

Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.
Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

Keputusan Menteri terkait K3 :

Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.
Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Instruksi Menteri terkait K3 :

Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.

Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3 :

Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik.

Sumber: http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/11/kumpulan-perundang-undangan-k3.html?m=1